
Oleh : Dharma Leksana, S.Th., M.Si.
PWGI.ORG – Jakarta, Peter L. Berger, seorang sosiolog terkemuka, memberikan kontribusi signifikan terhadap pemahaman kita tentang agama dalam masyarakat melalui pendekatan sosiologi agama. Karyanya yang paling berpengaruh, The Sacred Canopy (1967), menawarkan kerangka teoretis yang kuat untuk menganalisis hubungan antara agama, kebudayaan, dan konstruksi sosial realitas. Artikel ini akan mengeksplorasi pandangan Berger mengenai agama dan kebudayaan, dengan fokus pada konsep-konsep kunci yang ia kembangkan.
Agama sebagai Konstruksi Sosial Realitas
Inti dari sosiologi agama Berger adalah gagasan bahwa agama adalah konstruksi sosial realitas. Berger berpendapat bahwa manusia secara aktif menciptakan dunia sosial mereka melalui proses eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi.
- Eksternalisasi adalah proses di mana manusia mencurahkan makna dan aktivitas ke dunia luar. Dalam konteks agama, ini berarti bahwa manusia menciptakan simbol-simbol, ritual, dan institusi agama yang merepresentasikan keyakinan dan nilai-nilai mereka.
- Objektivasi adalah proses di mana produk-produk eksternalisasi manusia menjadi tampak sebagai realitas objektif, terpisah dari penciptanya. Agama, sebagai hasil eksternalisasi, kemudian tampak sebagai kekuatan yang ada di luar individu, dengan otoritas dan validitasnya sendiri.
- Internalisasi adalah proses di mana manusia kembali menyerap realitas sosial yang telah diobjektivasi ke dalam kesadaran mereka. Individu belajar dan menginternalisasi norma, nilai, dan keyakinan agama dari masyarakat mereka, sehingga agama menjadi bagian dari identitas dan cara pandang mereka terhadap dunia.
Melalui proses konstruksi sosial ini, agama membentuk “kanopi suci” (sacred canopy), yaitu kerangka makna yang menyeluruh dan melegitimasi tatanan sosial. Kanopi suci memberikan rasa kepastian, makna, dan tujuan hidup, serta menjelaskan realitas dunia dan tempat manusia di dalamnya. Agama, dalam pandangan Berger, berfungsi sebagai “nomosisasi”, yaitu proses membangun tatanan dan makna di tengah kekacauan dan ketidakpastian eksistensi manusia.
Agama dan Legitimasi Kebudayaan
Berger menekankan bahwa agama memainkan peran penting dalam melegitimasi kebudayaan dan tatanan sosial. Agama memberikan justifikasi transenden bagi norma, nilai, dan institusi sosial yang ada. Dengan mengaitkan tatanan sosial dengan kekuatan atau realitas yang lebih tinggi (seperti Tuhan atau kekuatan supernatural), agama memberikan legitimasi yang kuat dan tahan lama.
Sebagai contoh, agama dapat melegitimasi struktur kekuasaan politik, sistem ekonomi, norma-norma keluarga, dan nilai-nilai moral. Keyakinan agama dapat mendorong individu untuk menerima dan mematuhi tatanan sosial yang ada, karena tatanan tersebut dianggap sebagai bagian dari rencana ilahi atau kehendak Tuhan. Dengan demikian, agama berkontribusi pada integrasi sosial dan stabilitas sosial.
Sekularisasi dan Tantangan terhadap Kanopi Suci
Meskipun agama memiliki peran penting dalam membangun dan melegitimasi kebudayaan, Berger juga mengakui fenomena sekularisasi dalam masyarakat modern. Sekularisasi adalah proses di mana pengaruh agama dalam masyarakat dan kehidupan individu menurun. Berger berpendapat bahwa modernitas, dengan rasionalisasi, diferensiasi sosial, dan pluralisme, telah menggerogoti kanopi suci agama.
Dalam masyarakat modern yang pluralistik, berbagai pandangan dunia dan sistem nilai bersaing satu sama lain. Otoritas agama tradisional melemah, dan individu semakin memiliki kebebasan untuk memilih keyakinan dan nilai-nilai mereka sendiri. Akibatnya, kanopi suci agama menjadi lebih plausible (masuk akal) bagi sebagian orang, tetapi kurang plausible bagi yang lain.
Namun, Berger tidak memprediksi hilangnya agama secara total. Ia berpendapat bahwa “kerinduan akan makna” adalah bagian fundamental dari kondisi manusia, dan agama akan terus memainkan peran dalam memenuhi kerinduan ini, meskipun dalam bentuk yang berubah dan beragam. Agama mungkin kehilangan otoritasnya sebagai kanopi suci yang menyeluruh, tetapi ia dapat terus bertahan sebagai sumber makna dan identitas bagi individu dan kelompok tertentu.
Implikasi Sosiologi Agama Berger
Sosiologi agama Peter L. Berger memberikan kerangka kerja yang berharga untuk memahami hubungan kompleks antara agama dan kebudayaan. Beberapa implikasi penting dari pandangan Berger adalah:
- Relativitas Sosial Agama: Agama bukanlah realitas objektif yang terpisah dari manusia, tetapi konstruksi sosial yang diciptakan dan dipelihara oleh manusia. Ini berarti bahwa bentuk-bentuk agama dan peran agama dalam masyarakat dapat bervariasi secara historis dan kultural.
- Peran Agama dalam Membentuk Masyarakat: Agama bukan hanya fenomena individual, tetapi juga kekuatan sosial yang kuat yang membentuk kebudayaan, tatanan sosial, dan identitas kolektif. Memahami agama penting untuk memahami dinamika masyarakat secara keseluruhan.
- Tantangan Modernitas terhadap Agama: Sekularisasi adalah tantangan nyata bagi agama dalam masyarakat modern. Agama harus terus beradaptasi dan menemukan cara baru untuk tetap relevan dan bermakna dalam konteks modern yang pluralistik dan rasional.
- Pentingnya Dialog dan Toleransi: Dalam masyarakat yang semakin pluralistik, dialog antaragama dan toleransi menjadi semakin penting. Mengakui bahwa agama adalah konstruksi sosial dapat membantu kita untuk lebih menghargai keragaman keyakinan dan nilai-nilai, serta membangun masyarakat yang lebih inklusif dan harmonis.
Sosiologi agama Peter L. Berger menawarkan perspektif yang kaya dan mendalam tentang hubungan antara agama dan kebudayaan. Dengan konsep-konsep seperti konstruksi sosial realitas, kanopi suci, nomosisasi, dan sekularisasi, Berger membantu kita untuk memahami bagaimana agama membentuk dunia sosial kita, melegitimasi kebudayaan, dan menghadapi tantangan modernitas. Tinjauan sosiologi agama Berger tetap relevan dan berharga untuk memahami peran agama dalam masyarakat kontemporer yang kompleks dan terus berubah.
(Dharma Leksana, S.Th., M.Si. – Ketua Umum Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia/PWGI)