
Pendeta Wahidi, Foto lama di depan rumah yang sekarang sudah rata dengan tanah, tak berbekas.
PWGI.ORG – Kasimpar, Kabupaten Pekalongan – “Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak,” demikian sebuah pepatah yang akrab di telinga kita. Seolah menjadi pengingat bagi kita akan ketidakpastian hidup. Hidup tak pernah bisa diprediksi, di mana hari yang cerah bisa berubah menjadi gelap dalam sekejap.
Hal ini dialami oleh Pdt. Wahidi, S.PAK, pendeta jemaat Gereja Kristen Jawa (GKJ) Kasimpar, yang pada Senin malam, 20 Januari 2025, harus menyaksikan sendiri rumah dan home stay yang ia bangun dengan penuh perjuangan, lenyap diterjang tanah longsor. Meluluh latakkan dalam hitungan beberapa menit saja.
Pdt. Wahidi seorang hamba yang telah mengabdikan hidupnya melayani jemaat. Seperti hari-hari sebelumnya, ia dan istrinya rajin melakukan. Dengan tekad bulat, mereka berdua berangkat menuju tempat Bapak Sukardi, untuk memimpin Pemahaman Alkitab. Hujan deras yang mengguyur tak menyurutkan niatnya.
“Saya bilang, pelayanan tetap harus dijalani, apapun cuacanya. Melayani Tuhan tak boleh kenal kondisi, sekalipun itu sulit,” ujarnya dengan tegar di depan jemaat GPdI Kedungwuni Pekalongan yang mengunjungi lokasi bencana tersebut
Kehidupan mereka menjadi berubah dalam sekejap. Rumah dan home staynya lenyap. Hanya dalam hitungan menit hancur luluh latak. Kekayaan yang dimiliki saat itu hanya pakaian yang melekat di tubuh dan sebuah tas kecil berisi ponsel yang ia pegang. Tersisa sebagai saksi bisu dari apa yang telah musnah. Sekarang ia menumpang di rumah ibu mertuanya.
Mungkin yang lebih menyakitkan dari musibah itu adalah kenyataan pahit bahwa tanah longsor telah merenggut banyak nyawa tetangganya. Terhitung saat berita ini ditulis ada 23 jiwa. Jalan raya, jembatan yang menghubungkan desa dengan desa luar, hancur prak poranda. Kehilangan yang tak hanya bersifat materi, tetapi juga menyentuh jiwa, mengoyak harapan.
Di tengah kehancuran, Pdt. Wahidi menemukan kembali kekuatan yang tidak kasat mata. Dukungan datang dari tetangga sekitar. Memberi support.
“Saya masih beruntung, tetangga bilang masih bejo karena dilindungi Tuhan,” kata Pdt. Wahidi mengenang ucapan dari tetangganya. Para tetangga mengatakan dirinya dan istrinya selamat. Kata-kata itu bukan sekadar hiburan, melainkan panggilan yang memotivasi untuk bangkit. Berdiri kembali di tengah derita.
Dalam kepedihan, Pdt. Wahidi merasa bahwa ia memiliki tanggung jawab memberi semangat kepada mereka yang lebih hancur daripada dirinya. Mereka yang kehilangan bukan hanya harta, tetapi juga orang-orang tercinta.
“Saya harus bangkit, dan menguatkan mereka yang kehilangan lebih banyak dari pada saya,” ungkapnya, dengan tekad yang kuat. Sadar dirinya adalah hamba Tuhan yang harus bertindak bijaksana di tengah penderitaan yang ia alami.
Salah satu wujud nyata semangat kemandirian tersebut dengan menjadikan gedung GKJ Kasimpar sebagai dapur umum. Digunakan untuk relawan, TNI, POLRI, dan masyarakat yang terlibat mencari korban tanah longsor. Dirinya juga menggerakkan jemaat, supaya ikut serta memasak dan mendistribusikan makanan untuk mereka yang membutuhkan. Sebuah upaya kecil, namun memiliki arti yang besar.
Bencana datang menimbulkan luka-luka batin. Dibalik semua itu, juga menumbuhkan kesadaran akan pentingnya kebersamaan. Bagi Pdt. Wahidi, bencana ini menjadi perenungan bahwa hidup yang dijalani kadang ditemui ketidakpastian. Dalam ketidakpastian itu, Tuhan menyapa melalui tangan-tangan umat-Nya, yang siap membantu, memberikan dukungan, dan memotivasi harapan.
Sekarang ini menjadi waktu bagi kita semua saling bersatu. Memberikan dari apa yang dimiliki untuk mereka yang tertimpa bencana dan terus berjuang. Bantuan yang terkumpul bukan sekedar mengembalikan apa yang hilang, tetapi juga untuk menumbuhkan kembali harapan dan semangat, supaya tidak nglokro. Upaya dan langkah kongkrit adalah mari kita salurkan bantuan, sesuai dengan kemampuan.

Untuk Informasi lebih lanjut dapat menghubungi Pdt. Wahidi No. WA : 0858 7834 0153.
Bersama kita bisa ikut ambil bagian memulihkan luka-luka batin yang ada. Dengan kebersamaan, kita ikut membangun masa depan yang lebih baik, lebih kuat, dan lebih berpengharapan. Karena di setiap kesulitan, selalu ada kesempatan untuk bangkit (sugeng ph/red)